•
Dr. Jane Nelsen, pendiri konsep Positive Discipline, percaya bahwa anak akan berkembang secara optimal bila diperlakukan dengan rasa hormat dan kedisiplinan yang membangun, bukan hukuman. Prinsip utama positive discipline adalah: “anak-anak akan berperilaku lebih baik jika mereka merasa lebih baik.” Maka, fokus bukan pada menghukum kesalahan, tapi memahami sebabnya dan mengajak anak belajar dari…
•
Dr. Stuart Shanker, seorang ahli neuropsikologi dari Kanada, menekankan pentingnya self-regulation—kemampuan anak mengatur emosi, perilaku, dan energinya. Anak yang bisa mengatur diri cenderung lebih sukses di sekolah dan kehidupan sosial. Banyak orang tua salah paham dan mengira anak yang rewel atau tantrum adalah “nakal”, padahal bisa jadi anak sedang kesulitan mengatur stres internalnya (kelelahan,…
•
John Bowlby mengemukakan teori attachment (kelekatan) yang menjelaskan bahwa hubungan emosional pertama anak—biasanya dengan ibu atau pengasuh utama—mempengaruhi hubungan sosial dan emosional sepanjang hidupnya. Anak yang memiliki “secure attachment” (kelekatan aman) akan merasa dunia ini adalah tempat yang dapat dipercaya. Mereka tumbuh dengan rasa aman, percaya diri, dan lebih mampu membentuk hubungan yang sehat.…
•
Jean Piaget, tokoh terkemuka dalam psikologi perkembangan anak, menjelaskan bahwa anak mengalami tahap perkembangan kognitif secara bertahap: sensorimotor (0–2 tahun), praoperasional (2–7 tahun), operasional konkret (7–11 tahun), dan operasional formal (11 tahun ke atas). Memahami tahapan ini membantu orang tua memberikan stimulasi dan ekspektasi yang sesuai. Misalnya, pada usia 3 tahun (praoperasional), anak mulai…
•
Diana Baumrind, seorang psikolog perkembangan, mengklasifikasikan gaya pengasuhan menjadi empat jenis: otoritatif, otoriter, permisif, dan uninvolved (abai). Masing-masing gaya memiliki pengaruh berbeda terhadap perkembangan anak. Gaya otoritatif adalah yang paling direkomendasikan. Orang tua bersikap tegas namun tetap hangat, memberikan batasan yang jelas, namun juga mendengarkan pendapat anak. Anak-anak dari orang tua otoritatif cenderung mandiri,…
•
Empati bukan bawaan lahir sepenuhnya—ia bisa dan perlu dilatih. Anak-anak yang belajar memahami perasaan orang lain akan lebih mudah bergaul, tidak egois, dan menjadi pribadi yang disukai lingkungan. Orang tua dapat menumbuhkan empati dengan berbagai cara: Ajak anak berdiskusi saat menonton film atau membaca buku: “Menurutmu, bagaimana perasaan tokoh itu?” Libatkan anak dalam kegiatan…
•
Manajemen waktu bukan hanya untuk orang dewasa. Anak pun perlu mengenal konsep waktu agar mampu mengatur kegiatan harian, belajar disiplin, dan menghargai orang lain. Misalnya, mengerti bahwa waktu bermain ada batasnya, bahwa bangun pagi itu penting, dan bahwa keterlambatan bisa berdampak. Ajarkan dengan cara sederhana: Gunakan timer saat anak bermain atau belajar. Buat jadwal…
•
Banyak orang tua bangga saat anaknya berprestasi, tapi tanpa sadar memberi tekanan lewat ekspektasi tinggi: “Kamu harus jadi juara lagi, ya!” Padahal, anak yang terus-menerus dikejar target bisa tumbuh dengan rasa cemas, takut gagal, dan tidak menikmati proses belajar. Rasa percaya diri yang sejati lahir dari pengalaman, bukan dari hasil. Orang tua bisa membantu…
•
Di era digital, waktu bermain anak sering tergantikan oleh layar. Padahal, bermain bebas (free play)—tanpa arahan orang dewasa atau struktur yang ketat—sangat penting untuk perkembangan otak, kreativitas, dan kemampuan sosial anak. Bermain rumah-rumahan, menciptakan permainan sendiri, memanjat pohon, atau bermain lumpur adalah pengalaman yang memberi anak kesempatan mengambil keputusan sendiri, berimajinasi, dan menyelesaikan masalah…
•
Kekecewaan adalah bagian dari hidup yang tak bisa dihindari. Namun, banyak orang tua cenderung langsung “menyelesaikan” kekecewaan anak, seperti mengganti mainan yang rusak, membelikan es krim setelah anak kalah lomba, atau membela anak saat berselisih dengan temannya. Padahal, ini bisa membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang rentan dan mudah menyerah. Anak perlu belajar bahwa…